Sabtu, 18 Mei 2013

KNOWLEDGE SHARING



 KNOWLEDGE SHARING

    Knowledge sharing didefinisikan sebagai sebuah pertukaran pengetahuan antar dua individu; satu orang yang mengkomunikasikan pengetahuan, seorang lainnya mengasimilasi pengetahuan tersebut (Jacobson, 2006). Penelitian lain mengartikan knowledge sharing sebagai "the exchange or transfer process of fact, opinions, ideas, theories, princples and model within and between organizations include trial and error, feedback, and mutual adjustment of both the sender and receiver of knowledge" (Szulanski, 1996). Definisi diatas diperluas lagi dengan pernyataan bahwa knowledge sharing merupakan proses dimana individu secara kolektif dan iteratif memperbaiki sebuah pemikiran, gagasan, atau saran sesuai dengan petunjuk pengalaman (West dan Mayer, 1997). Gasasan awalnya dapat dimodifikasi secara progresif atau ditolak secara terus-menerus sampai perspektif bersama muncul. Ireland, Hitt dan Vaidyanath (2002) mendefinisikannya sebagai proses mengembangkan, mentransfer, mengintegrasikan dan menggunakan pengetahuan secara efektif dan efisien.

Hooff dan Ridder (2004) memberikan pemahaman mengenai knowledge sharing sebagai proses dimana para individu secara mutual mempertukarkan pengetahuan mereka (tacit and explisit) dan secara terpadu menciptakan pengetahuan baru. Definisi ini memberi gambaran bahwa dlihat dari segi perilaku knowledge sharing terdiri dari dua hal, yaitu:
  1. knowledge donating, yaitu bagaimana seseorang mengkomunikasikan model intelektual individu seseorang kepada yang lainnya.
  2. knowledge collecting, yaitu bagaimana seseorang berkonsultasi kepada pihak lain untuk melakukan model intelektual individu yang dimiliki.

Absorptive capacity

     Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Cohen dan Levinthal (1990). Absorptive capacity didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan untuk mengidentifikasi, mengasimilasi, dan mengeksploitasi pengetahuan dari lingkungan eksternal. Definisi tersebut dikembangkan lebih jauh sebagai kemampuan untuk mengenali nilai informasi baru, mengasimilasikannya, dan mengaplikasikannya secara komersil (Cohen dan Levinthal, 1990). Konsep tersebut diperluas dengan diperkenalkannya satu komponen tambahan dalam absorptive capacity, yaitu transformasi pengetahuan (Zahra dan George, 2002). Transformasi pengetahuan didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan dalam mengembangkan rutinitas yang memfasilitasi kombinasi pengetahuan yang ada dengan pengetahuan yang baru diperoleh dan pengetahuan yang telah diasimilasi. Sehingga dimensi menurut Zahra dan George memiliki empat dimensi yang berbeda namun saling melengkapi, yaitu akuisisi, asimilasi, transformasi, dan eksploitasi. Kapabillitas akuisisi dan asimilasi merupakan dimensi kapasitas ´potensial´ (potential absorptive capacity) dan kapabilitas transformasi dan eksploitasi merupakan dimensi kapasitas yang "direalisasikan " (realized absorptive capacity) (Zahra dan George, 2002). Potential absorptive capacity menangkap deskripsi Cohen dan Levinthal atas kapabilitas perusahaan untuk menilai dan memperoleh pengetahuan eksternal namun tidak menjamin eksploitasi pengetahuan ini.

Zahra dan George (2002) mengajukan model yang menghubungkan anteseden, moderator, dan hasil. Model ini mengangkat sumber-sumber pengetahuan eksternal dan pengalaman sebagai anteseden utama absorptive capacity. Zahra dan George (2002) menghubungkan dimensi ini dan membahas bagaimana dimensi absorptive capacity yang diperlukan dipengaruhi oleh lingkungan eksternal. 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar